Sahabat dari Cinta
Rabella dwi afista! Namaku disebut
saat pemanggilan juara kelas di lapangan sekolah. Senang rasanya dikenal dan
diberi tepukan tangan walau sesaat. Selama kurang dari 3 tahun ku jalani
hari-hariku di sekolah yang baru kumasuki ini dengan rasa cemas. Dimata-matai,
dipandangi setiap kali berpapasan dan masih banyak lagi yang dia lakukan
membuatku merasa tak nyaman berada di dekatnya. Pandi Putraditani itulah nama
yang sejak mengenalku mulai menaruh hati padaku.
Seperti pepatah ‘Sudah jatuh
tertimpa tangga pula’. Aku tidak sengaja menyenggol sebuah motor yang terparkir
di belakang sekolah dan memecahkan spion kirinya. Secara teknis itu tidak
masalah, karena spion kananlah yang wajid terpasang. Kemungkinan terburuk aku
akan berdebat dengan malaikat hitam yang datang dari zaman batu pemilik motor
ini. Tak lain dan tak bukan adalah Pandi.
“Harus aku apakan kau sekarang?”
tanyanya sombong.
“Kau berkata seolah-olah aku sudah melakukan hal buruk di sini” sahutku mengelak.
“Beri aku 10 menit” sambungnya.
“Jadi?” tanyaku tak mengerti
“Aku suka sama kamu Bel, 3 tahun lalu smpai sekarang” ungkapnya
“Kau berkata seolah-olah aku sudah melakukan hal buruk di sini” sahutku mengelak.
“Beri aku 10 menit” sambungnya.
“Jadi?” tanyaku tak mengerti
“Aku suka sama kamu Bel, 3 tahun lalu smpai sekarang” ungkapnya
Bumi dan langit seperti berpihak
padanya. Langit berubah cerah dan sejuknya angin membuat waktu seakan berhenti
berputar. Tapi aku menghancurkan semua itu.
“Kalau begitu behenti! Berhenti menyukaiku mulai sekarang! Apa kau belum
sadar apa yang membuat kita berbeda? Aku hanya akan memilih orang yang seiman
denganku dan ku rasa itu yang harus kau lakukan juga pan” jawabku tegas.
“Hanya itu, hanya itu-kah Bel! Beri aku kesempatan sekali ini saja? Biarkan aku menunjukannya padamu” pintanya.
“Aku harap kau mengerti... tidak, aku harap kau membenciku sekarang” lanjutku
“Apa kau gila?! Aku tidak akan bisa melakukannya!” tolaknya
“Bahkan setelah aku menolakmu?” tanyaku memastikan
“Bahkan setelah kau menolakku!” jawabnya pasti
“Hanya itu, hanya itu-kah Bel! Beri aku kesempatan sekali ini saja? Biarkan aku menunjukannya padamu” pintanya.
“Aku harap kau mengerti... tidak, aku harap kau membenciku sekarang” lanjutku
“Apa kau gila?! Aku tidak akan bisa melakukannya!” tolaknya
“Bahkan setelah aku menolakmu?” tanyaku memastikan
“Bahkan setelah kau menolakku!” jawabnya pasti
“Tak bisakah kau membalas titik saja
menandakan kalau kau masih hidup?!!”.
Pesan Pandi yang dikirim untukku. Sontak aku langsung membalas “titik” saja. Marah, senang, sedih, kecewa, mungkin itu yang dia rasakan saat melihatku dihadapannya.
Pesan Pandi yang dikirim untukku. Sontak aku langsung membalas “titik” saja. Marah, senang, sedih, kecewa, mungkin itu yang dia rasakan saat melihatku dihadapannya.
“Apa kau bahagia
pergi sejauh ini dariku?!!
Apa kau anggap dengan meninggalkan aku begitu saja kau akan hidup tenang?!! Tanyanya dengan nada tinggi.
Apa kau anggap dengan meninggalkan aku begitu saja kau akan hidup tenang?!! Tanyanya dengan nada tinggi.
“Heeii... apa kau
mau aku menyesal kembali ke Indonesia!” jawabku santai.
“Tak bisakah kau
berpikir 4 tahun itu waktu yang lama?!!
mengapa tak bisa kau beri aku kabar setidaknya 2 x sehari?!! Jawab Bel...
mengapa tak bisa kau beri aku kabar setidaknya 2 x sehari?!! Jawab Bel...
Bahkan dia tidak
menghiraukan pertanyaanku.
“Apa kau pikir
kepalaku bisa menampung semua pertanyaanmu tadi!
Apa ini caramu menyambut teman yang baru kembali!
Setidaknya biarkan aku bernapas saat melihat teman baikku ini” jawabku untuk meredakan emosinya.
Apa ini caramu menyambut teman yang baru kembali!
Setidaknya biarkan aku bernapas saat melihat teman baikku ini” jawabku untuk meredakan emosinya.
Lalu ia
mengeluarkan sesuatu dari saku kanan kemejanya. Ternyata gantungan kunci yang
aku titipkan padanya 4 tahun lalu.
“Bagaimana bisa kau
memberiku barang murahan ini!
Kau mendapatkannya dari celana jeans yang kau beli kan, aku berjanji akan membunuhmu!”
Kau mendapatkannya dari celana jeans yang kau beli kan, aku berjanji akan membunuhmu!”
candanya seraya meninggalkanku tanda supaya aku mengikutinya
“APPAAA... itu
bukan barang murahan. Aku membelinya dengan harga 200 ribu 4 tahun lalu, apa
kau tahu itu!!” sahutku.
‘Dasar tidak tahu
mode, tidak pernah berubah’ gumanku dalam hati sambil tersenyum melihatnya
tersenyum padaku.
Apa kami tidak
terlihat akur? Bukan . . . Inilah cara kami menghindari putusnya pertemanan
yang sudah kami jalani lebih dari 4 tahun.
Calon penulis novel kayanya si Merla. Bagus deh alurnya. Emosinya dapat banget. Good job!
ReplyDeleteBagus merlaaa, cuma latarnya di bagian tengah ke bawah kok gak dijelasin yaa, aku jadi bingung. tapi bagus kook.. like this
ReplyDeleteCerita yang bagus
ReplyDeletebenar-benar bagus ceritanya :) memukau :D
ReplyDeleteceritanya menarik merla :)
ReplyDeletebagus mer, semoga akur terus yaaa :D
ReplyDeleteBagus tapi ada beberapa bagian yang kurang aku mengerti ...
ReplyDeleteBagus mer. Cocok jadi penulis.
ReplyDeleteKeren merla :D Hahhaha
ReplyDeleteCinta dan benci yang kurasa Hahhaha :D
Bagus Mer, kreatif :D
ReplyDeletekeren mer karangan nya :D
ReplyDeletegua suka lo punya cerpen mer
ReplyDeletekeren mer ceritanya
ReplyDeletebagus , bagus mer
ReplyDeletebagus ceritanyaa mer :)
ReplyDeletekeren mer ceritanya :)
ReplyDeleteKerennn bgt ceitanya, btw, mulut tuh cewe pedas bgt ya :D
ReplyDeleteapalagi waktu pas dia nolak tuh cowok, omg itu tuh sakit nya di sini "nunjukhati :')
bagus mer
ReplyDeletebagus merla
ReplyDelete